PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9/PMK.02/2016
TENTANG
TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK AIR PERMUKAAN, PAJAK AIR TANAH, DAN
PAJAK PENERANGAN JALAN UNTUK KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN
GAS BUMI YANG DIBAYARKAN OLEH PEMERINTAH PUSAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
- bahwa
berdasarkan Kontrak Kerja Sama antara Badan Pelaksana Kegiatan Usaha
Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama, diatur
antara lain bahwa selain kewajiban untuk membayar pajak perseroan,
Kontraktor Kontrak Kerja Sama ditanggung dan dibebaskan (assume and
discharge) dari pajak-pajak lainnya yang berlaku di Indonesia termasuk
juga pajak-pajak yang dikenakan oleh Pemerintah Daerah yaitu Pajak Air
Permukaan, Pajak Air Tanah, dan Pajak Penerangan Jalan;
- bahwa
dalam rangka melaksanakan kewenangan penetapan kebijakan pelaksanaan
anggaran, Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara berwenang
mengatur tata cara pembayaran Pajak Air Permukaan, Pajak Air Tanah, dan
Pajak Penerangan Jalan untuk kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi
yang dibayarkan oleh Pemerintah Pusat;
- bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pembayaran Pajak
Air Permukaan, Pajak Air Tanah, Dan Pajak Penerangan Jalan Untuk
Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi Yang Dibayarkan Oleh Pemerintah
Pusat;
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2001 tentang Minyak Dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4152);
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5049);
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
- Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan
Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4435)
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2009 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5047);
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2010
tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan Dan Perlakuan Pajak
Penghasilan Di Bidang Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 139 dan Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5173);
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 2010
tentang Jenis Pajak Daerah Yang Dipungut Berdasarkan Penetapan Kepala
Daerah Atau Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 153 dan Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5179);
- Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2012
tentang Pengalihan Pelaksanaan Tugas Dan Fungsi Kegiatan Usaha Hulu
Minyak Dan Gas Bumi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
226);
- Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 24);
- Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 113/PMK.02/2009 tentang Rekening Minyak Dan Gas
Bumi sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 178/PMK.02/2015;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK AIR
PERMUKAAN, PAJAK AIR TANAH, DAN PAJAK PENERANGAN JALAN UNTUK KEGIATAN
USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI YANG DIBAYARKAN OLEH PEMERINTAH PUSAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
- Satuan
Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, yang
selanjutnya disingkat SKK Migas, adalah satuan kerja penyelenggara
pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi yang dibentuk sesuai
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
- Kontrak
Kerja Sama adalah kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak kerja sama lain
dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih menguntungkan
Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
- Kontraktor
adalah badan usaha atau bentuk usaha tetap yang ditetapkan untuk
melakukan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja
berdasarkan Kontrak Kerja Sama sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
- Peraturan Daerah adalah peraturan
perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD provinsi dan/atau daerah
kabupaten/kota dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.
- Peraturan Kepala Daerah adalah peraturan Gubernur dan/atau peraturan Bupati/Walikota.
- Pajak
Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib kepada
Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.
- Pajak Air Permukaan, selanjutnya disingkat PAP adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan.
- Air
Permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, tidak
termasuk air laut, baik yang berada di laut maupun di darat.
- Pajak Air Tanah, selanjutnya disingkat PAT adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah.
- Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah.
- Pajak
Penerangan Jalan, selanjutnya disingkat PPJ adalah pajak atas
penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh
dari sumber lain.
- Rekening Departemen Keuangan k/Hasil Minyak
Perjanjian Karya Production Sharing Nomor 600.000411980 pada Bank
Indonesia, yang selanjutnya disebut Rekening Minyak dan Gas Bumi, adalah
rekening dalam valuta USD untuk menampung seluruh penerimaan dan
membayar pengeluaran terkait kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.
BAB II
JENIS PAJAK YANG DIBAYARKAN OLEH
PEMERINTAH PUSAT
Pasal 2
Jenis Pajak yang dibayarkan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah terdiri atas:
- PAP;
- PAT; dan
- PPJ.
Pasal 3
(1)
|
PAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan pajak provinsi. |
(2)
|
PAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pengenaannya berdasarkan pada nilai perolehan air permukaan. |
(3)
|
Besaran nilai perolehan air permukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Gubernur. |
(4)
|
Besaran
nilai perolehan air permukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
disusun dengan berpedoman kepada ketentuan yang diterbitkan oleh menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum. |
(5)
|
Tarif PAP ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi. |
(6)
|
Besaran
pokok PAP yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan
pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan tarif sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) dan realisasi pemanfaatan air permukaan. |
(7)
|
PAP yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat air berada. |
Pasal 4
(1)
|
PAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan pajak kabupaten/kota. |
(2)
|
PAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pengenaannya berdasarkan pada nilai perolehan air tanah. |
(3)
|
Besaran nilai perolehan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Gubernur. |
(4)
|
Besaran
nilai perolehan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun
dengan berpedoman kepada ketentuan yang diterbitkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya
mineral. |
(5)
|
Tarif PAT ditetapkan dengan Peraturan Daerah kabupaten/kota. |
(6)
|
Besaran
pokok PAT yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pegenaan
pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan tarif sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) dan realisasi pemanfaatan air tanah. |
(7)
|
PAT yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat air berada. |
Pasal 5
(1)
|
PPJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 merupakan pajak kabupaten/kota. |
(2)
|
PPJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pengenaannya berdasarkan nilai jual tenaga listrik. |
(3)
|
Nilai
jual tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh
Bupati/Walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(4)
|
Tarif PPJ ditetapkan dengan Peraturan Daerah kabupaten/kota. |
(5)
|
Besaran
pokok PPJ yang terutang dihitung dengan cara mengalikan dasar pengenaan
pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan tarif sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dan realisasi volume pemanfaatan tenaga listrik. |
(6)
|
PPJ yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat penggunaan tenaga listrik. |
BAB III
TATA CARA PEMBAYARAN PAJAK
Bagian Kesatu
Penagihan
Pasal 6
(1)
|
Kontraktor
menyampaikan data realisasi volume pemanfaatan air permukaan, air
tanah, dan tenaga listrik kepada Pemerintah Daerah setiap bulan paling
lambat pada minggu kedua bulan berikutnya. |
(2)
|
Data
realisasi volume sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh
Pemerintah Daerah untuk menghitung besaran pokok pajak yang terutang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (6), Pasal 4 ayat (6) dan Pasal 5
ayat (5). |
(3)
|
Data
realisasi volume sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus terlebih
dahulu divalidasi oleh SKK Migas bersama dengan Kontraktor dan
Pemerintah Daerah. |
(4)
|
Validasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam berita acara dan
ditandatangani oleh pihak Kontraktor, Pemerintah Daerah, dan SKK Migas. |
(5)
|
Jenis berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terdiri atas:
- Berita Acara Pemanfaatan Air Permukaan Untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
- Berita Acara Pemanfaatan Air Tanah Untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
- Berita Acara Pemanfaatan Tenaga Listrik Untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
|
(6)
|
Berita
Acara Pemanfaatan Air Permukaan Untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan
Gas Bumi disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran I, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini. |
(7)
|
Berita
Acara Pemanfaatan Air Tanah Untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas
Bumi disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran
II, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(8)
|
Berita
Acara Pemanfaatan Tenaga Listrik Untuk Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan
Gas Bumi disusun sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini. |
Pasal 7
(1)
|
Nilai
perolehan air permukaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3),
tarif PAP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5), dan volume dalam
berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) huruf a,
digunakan oleh Kepala Daerah untuk menghitung besaran pokok PAP yang
terutang. |
(2)
|
Nilai
perolehan air tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), tarif
PAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5), dan volume dalam berita
acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) huruf b, digunakan
oleh Kepala Daerah sebagai dasar untuk menghitung besaran pokok PAT yang
terutang. |
(3)
|
Nilai
jual tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3), tarif
PPJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), dan volume dalam berita
acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) huraf c, digunakan
oleh Kepala Daerah untuk menghitung besaran pokok PPJ yang terutang. |
Pasal 8
(1)
|
Gubernur
atau Sekretaris Daerah atas nama Gubernur menyampaikan surat tagihan
pokok PAP yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
secara tertulis kepada Kepala SKK Migas. |
(2)
|
Bupati/Walikota
atau Sekretaris Daerah atas nama Bupati/Walikota menyampaikan surat
tagihan pokok PAT dan/atau pokok PPJ yang terutang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) secara tertulis kepada Kepala SKK
Migas. |
(3)
|
Surat tagihan pokok PAP dan pokok PAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilengkapi dengan:
- asli berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) huruf a atau huruf b;
- asli Surat Ketetapan Pajak Daerah;
- Peraturan Daerah mengenai PAP atau PAT;
- Peraturan Kepala Daerah mengenai nilai perolehan air permukaan atau nilai perolehan air tanah; dan
- Surat
keterangan dari Kepala Daerah atau Sekretaris Daerah atas nama Kepala
Daerah yang menerangkan bahwa Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala
Daerah sebagaimana dimaksud pada huruf c dan huruf d masih berlaku.
|
(4)
|
Surat tagihan pokok PPJ sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan:
- asli berita acara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) huruf c;
- asli Surat Pemberitahuan Pajak Daerah;
- Peraturan Daerah mengenai PPJ;
- Peraturan Kepala Daerah mengenai harga jual tenaga listrik sesuai ketentuan yang berlaku; dan
- Surat
keterangan dari Kepala Daerah atau Sekretaris Daerah atas nama Kepala
Daerah yang menerangkan bahwa Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala
Daerah sebagaimana dimaksud pada huruf c dan huruf d masih berlaku.
|
(5)
|
Surat
tagihan pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PPJ sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dan ayat (4) disusun dengan menggunakan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini. |
Pasal 9
(1)
|
Atas surat tagihan pokok PAP, pokok PAT dan pokok PPJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, SKK Migas melakukan proses verifikasi.
|
(2)
|
Dalam
rangka proses verifikasi tagihan pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PPJ
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SKK Migas melakukan penelitian
sebagai berikut:
a.
|
kelengkapan dokumen tagihan pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PPJ sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3) dan ayat (4); |
b.
|
kesesuaian dokumen tagihan pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PPJ sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (5); |
c.
|
kesesuaian tarif dan dasar pengenaan pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PPJ sebagai berikut:
1)
|
tarif dan dasar pengenaan PAP sebagaimana diatur dalam Pasal 3; |
2)
|
tarif dan dasar pengenaan PAT sebagaimana diatur dalam Pasal 4; dan |
3)
|
tarif dan dasar pengenaan PPJ sebagaimana diatur dalam Pasal 5. |
|
d.
|
kebenaran perhitungan atas besaran pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PPJ terutang. |
|
(3)
|
Dalam
hal berdasarkan hasil verifikasi, terdapat salah satu ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terpenuhi, SKK Migas tidak
dapat memproses lebih lanjut surat tagihan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2). |
(4)
|
Dalam
hal surat tagihan tidak dapat diproses lebih lanjut sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), SKK Migas menyampaikan surat pemberitahuan
kepada Kepala Daerah. |
(5)
|
Terhadap
surat tagihan yang tidak dapat diproses lebih lanjut sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4), dapat diajukan kembali oleh Kepala
Daerah kepada SKK Migas setelah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2). |
(6)
|
Dalam
hal verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah memenuhi
persyaratan, Kepala SKK Migas atau pejabat setingkat dibawahnya
menerbitkan surat permintaan pembayaran kepada Direktur Jenderal
Anggaran yang dilengkapi dengan kertas kerja verifikasi yang digunakan
dalam proses penelitian sebagaimana diatur pada ayat (2); |
(7)
|
Pelaksanaan
proses verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan penyampaian
surat pemberitahuan kepada Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) atau penyampaian surat permintaan pembayaran kepada Direktur
Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan oleh
SKK Migas dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari kerja
sejak diterimanya surat tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(1) dan ayat (2). |
(8)
|
Surat
permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disusun dengan
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V, yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Kedua
Pembayaran
Pasal 10
(1)
|
Dalam
rangka memproses permintaan pembayaran pokok PAP, pokok PAT, dan pokok
PPJ yang disampaikan oleh SKK Migas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (7), Direktorat Jenderal Anggaran melakukan penelitian sebagai
berikut:
- kesesuaian surat permintaan pembayaran pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PPJ sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (8); dan
- kelengkapan kertas kerja verifikasi perhitungan pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PPJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6).
|
(2)
|
Dalam
hal berdasarkan hasil penelitian terdapat salah satu ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, Direktorat Jenderal
Anggaran tidak dapat memproses lebih lanjut permintaan pembayaran. |
(3)
|
Dalam
hal permintaan pembayaran tidak dapat diproses lebih lanjut sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Anggaran menyampaikan surat
pemberitahuan kepada Kepala SKK Migas. |
(4)
|
Terhadap
permintaan pembayaran yang tidak dapat diproses lebih lanjut
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dapat diajukan kembali
oleh Kepala SKK Migas kepada Direktur Jenderal Anggaran setelah memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(5)
|
Dalam
hal penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah memenuhi
persyaratan, Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan surat permintaan
pemindahbukuan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
(6)
|
Pelaksanaan
proses penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyampaian
surat pemberitahuan kepada Kepala SKK Migas sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) atau penyampaian surat permintaan pemindahbukuan kepada
Direktur Jenderal Perbendaharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Anggaran dalam jangka waktu paling
lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya surat permintaan
pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6). |
Pasal 11
(1)
|
Atas
surat permintaan pemindahbukuan yang diajukan oleh Direktorat Jenderal
Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5), Direktorat
Jenderal Perbendaharaan menerbitkan surat permintaan pembayaran beserta
warkat kepada Bank Indonesia, dan ditembuskan kepada Direktorat Jenderal
Anggaran. |
(2)
|
Surat
permintaan pembayaran beserta warkat kepada Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Direktorat Jenderal
Perbendaharaan dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja
terhitung sejak diterimanya surat permintaan pemindahbukuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 ayat (5). |
(3)
|
Berdasarkan
surat permintaan pembayaran beserta warkat kepada Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia memindahbukukan dana
untuk permintaan pembayaran pokok PAP atau pokok PAT atau pokok PPJ dari
Rekening Minyak dan Gas Bumi ke rekening Pemerintah Daerah yang
bersangkutan. |
(4)
|
Bank
Indonesia menyampaikan advis dan rekening koran atas Rekening Minyak
dan Gas Bumi untuk pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada
Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas
Negara. |
Pasal 12
(1)
|
Direktorat
Pengelolaan Kas Negara atas nama Direktorat Jenderal Perbendaharaan
menyampaikan bukti transaksi pemindahbukuan di Rekening Minyak dan Gas
Bumi dari Bank Indonesia kepada Direktorat Jenderal Anggaran c.q
Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak. |
(2)
|
Direktorat
Jenderal Anggaran menyampaikan surat pemberitahuan pembayaran pokok PAP
atau pokok PAT atau pokok PPJ berdasarkan bukti transaksi
pemindahbukuan di Rekening Minyak dan Gas Bumi dari Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada SKK Migas. |
(3)
|
SKK
Migas menyampaikan laporan penerimaan pembayaran pokok PAP atau pokok
PAT atau pokok PPJ dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah
menerima laporan dari Pemerintah Daerah kepada Direktorat Jenderal
Anggaran c.q. Direktorat Penerimaan Negara Bukan Pajak, dengan tembusan
kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan
Kas Negara. |
Pasal 13
(1)
|
Dalam
hal ditemukan kesalahan atas pembayaran pokok PAP, pokok PAT, dan pokok
PPJ, terhadap kesalahan dimaksud diperhitungkan dengan pembayaran pokok
PAP, pokok PAT, dan pokok PPJ periode berikutnya. |
(2)
|
Dalam
hal berdasarkan pemeriksaan oleh instansi yang berwenang ditemukan
kesalahan atas pembayaran pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PPJ, terhadap
kesalahan dimaksud dikoreksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. |
Pasal 14
Besaran pokok PAP, pokok PAT, dan pokok PPJ yang terutang yang dapat
ditagihkan kepada Pemerintah Pusat menjadi daluarsa setelah 5 (lima)
tahun terhitung sejak tanggal terutangnya pajak.
Pasal 15
Peraturan Menteri ini mulai berlaku 3 (tiga) bulan sejak diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengumuman Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 26 Januari 2016
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BAMBANG P.S. BRODJONEGORO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 26 Januari 2016
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 122
|